MAJU ADALAH KE WAJIBAN & MUNDUR ADALAH SUATU BENTUK PENGHIANATAN.

Kamis, 09 Februari 2017

IMPLEMENTASI INTERDEPENDENSI PMII - NU


LATAR BELAKANG
Lahirnya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Melalui Musyawarah Mahasiswa Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya pada tanggal 17 April 1960  21 Syawal  1397 sesungguhnya adalah puncak dari upaya-upaya yang pernah dilakukan sejak lama sebelum itu, untuk membentuk wadah yang lebih besar sebagai tempat Mahasiswa – Mahasiswa NU mengaktualisasikan perannya. Dan ternyata memang benar, begitu PMII lahir, ia segera tumbuh pesat diberbagai daerah Indonesia dan segera pula memberikan kontribusinya yang signifikan bagi perjuangan partai politik NU. Tidak kurang dari 12 Tahun lamanya PMII sebagai Onderbaw Partai NU berkhidmat didalam kancah
Politik Praktis, sampai akhirnya ia menyatakan diri sebagai “Organisasi Independen yang tidak terikan dalam sikap dan tindakannya kepada siapapun dan hanya komited dengan perjuangan Organisasi dan cita-cita perjuangan Nasional yang berlandaskan Pancasila”. 
Pernyataan yang dideklarasikan pada Tanggal 14 Juni 1972 dan kemudian lebih dikenal dengan sebutan Deklarasi Munarjati sesungguhnya “Merupakan Manivestasi Kesadaran PMII yang meyakini sepenuhnya terhadap tuntutan keterbukaan sikap, kebebasan berfiqir dan pembangunan kereatifitas yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam” (Manivest Independensi, 1972).
Hingga saat ini, Independensi itu masih terus dipertahankan dan diperbaharui oleh “Penegasan Cibogo”, pada tangggal 8 Oktober 1989, yang memandang independensi itu sebagai upaya merespon pembangunan dan modernitas Bangsa, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral serta idealisme yang dijiwai oleh ajaran “Islam Ahlussunnah Waljama’ah”. Namun demikian baik Deklarasi Munarjati maupun Penegasan Cibogo tidaklah dimaksudkan untuk menciptakan garis demokrasi antara PMII disatu pihak dengan NU dipihak lain. Diantara keduanya senantiasa terjalin hubungan yang dibangun diatas persamaan-persamaan paham keagamaan, pemikiran, sikap sosial dan lain-lain.
DASAR PEMIKIRAN
Dalam rangka mempertegas hubungan PMII dengan NU, Kongres X PMII pada Tahun 1991 di Jakarta, telah melahirkan suatu pernyataan: yaitu Deklarasi Interdependensi PMII – NU. Penegasan hubungan itu didasarkan kepada pemikiran-pemikiran antara lain:
Pertama, bahwa dalam pandangan PMII Ulama sebagai pewaris Kenabian (Warasatul Ambiya’) merupakan ikatan dan panutan kedalamannya dalam pemahaman keagamaan. Oleh karena itu, Interdependensi PMII – NU ditempatkan pada konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kedua, adanya ikatan kesejahteraan yang mempertautkan PMII – NU. Realitas sejarah bahwa PMII lahir dari dan dibesarkan oleh NU. Demikian juga latar belakang NU secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perwatakan PMII secara umum. Adapun kemudian tidak dipahami sebagai upaya mengurangi, apalagi menghapuskan arti ikatan kesejahteraan tersebut.
Ketiga, adanya kesamaan paham keagamaan antara PMII dengan NU. Keduannya sama-sama mengembangkan suatu wawasan ke-Islaman dengan peradilan Ahlussunnah Waljama’ah. Implementasi dari persamaan wawasan ke-Islaman ini tampak pada persamaan sikap sosial yang bercirikan Tawasuth dan I’tidal, Tasamuh, Tawazun dan Amal Ma’ruf Nahi Mungkar. Demikian juga didalam pola pikir, ola sikap, pola tindakan PMII dan NU menganut pola selektif, integratif sesuai dengan perinsip dasar: Almuhafadzah Alalqadim As-Shalih Wal Akhdzu Bil Jadid Al-Ashlah.
Keempat, adanya persamaan wawasan kebangsaan, bagi PMII keutuhan Komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setian insan muslim indonesia, dan atas dasar hal tersebut menjadi keharusan untuk mempertahankan bangsa dan negara Indonesia dengan segala tekad dan  kemampuan, baik secara peroranan maupun bersama-sama.
Kelima, adanya persamaan kelompok sasaran, PMII dan begitu pula NU, memiliki mayoritas anggota dari kalangan masyarakat kelas menengah kebawah. Kesamaan lahan perjuangan ini semestinya bila kemudian melahirkan format-format perjuangan yang relatif sama pula.
PERINSIP – PERINSIP INTERDEPENDENSI
Sekurang kurangnya memiliki lima prinsip yang semestinya dipegang bersama untuk merealisasikan Interdependensi PMII – NU yaiti:
Ukhuawah Islamiyah.
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar.
Mabadi’ Khoiro Ummah.
Al Musawah.
Hidup berdampingan dan berdaulat secara penuh.

IMPLEMENTASI INTERDEPENDENSI
Implementasi Interdependensi PMII – NU diwujudkan dalam berbagai bentuk pikiran kerjasama antara lain meliputi bidang:
Pemikiran
“kerjasama dibidang ini dirancang untuk mengembangkan pemikiran ke-Islaman dan kemasyarakatan”.
Pelatihan
“kerjasama dibidang ini dirancang untuk mengembangkan sumberdaya manusia baik PMII maupun NU”.
Sumberdaya manusia
“kerjasama ini ditekankan pada pemanfaatan secara maksimal manusia-manusia PMII untuk peningkatan kualitas Khithmat NU”.
Rintisan Program
“kerjasama dibidang ini dibentuk pengolahan suatu program secara bersama, seperti program pengembangan ekonomi, program aksi sosial, dan lain-lain.

PENUTUP
Demikian Implementasi Interdependensi PMII – NU dibuat untuk dijadikan rujukan bagi pengembangnya kerjasama antara PMII dengan NU.

SEKRETARIAT BERSAMA
PENGURUS RAYON TARBIYAH
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
STAI ASSALAMIYAH 2016 - 2017
Sabtu 04 Februari 2017

SYAHRUDIN ATTAR